Sabtu, 18 Oktober 2014

LAPORAN STERILISASI RUANGAN



BAB I
PENDAHULUAN
A.   LATAR BELAKANG
Kesehatan kita tergantung pada kemampuan kita mengendalikan mikroorganisme. Mikroorganisme dapat dikendalikan yaitu dengan dibasmi, dihambat atau juga ditiadakan dari lingkungan dengan proses yang dinamakan sterilisasi. Sterilisasi adalah suatu usaha atau proses untuk mematikan semua mikoorganisme yang hidup.
   Sterilisasi terhadap ruangan dilakukan dengan maksud untuk menghilangkan mikroorganisme yang terdapat dalam suatu ruangan tertentu sehingga ruangan tersebut dapat dinyatakan steril dan dapat digunakan untuk berbagai kepentingan antara lain untuk operasi, untuk produksi sediaan obat steril dan pengemasan obat steril.              
   Dalam percobaan ini dilakukan uji sterilisasi dengan menggunakan Enkas, sinar UV, dan Laminary Air Flow (LAF). Di mana ketiga metode diatas memiliki mekanisme tersendiri dalam meminimalkan atau membunuh mikroorganisme.        
            Ruang steril sangat penting dalam bidang kesehatan, contoh ruang steril antara lain ruang bedah, ruang pasca operasi, termasuk dalam industri farmasi, khususnya sediaan steril (injeksi dan lain-lain). Ruang-ruang tersebut dibutuhkan adanya pengujian sterilisasi yang baku. Untuk pengujian tersebut dibutuhkan adanya kesterilannya sebab diharapkan tidak adanya kontak bakteri dengan bahan atau alat yang digunakan yang pada akhirnya akan merugikan bagi manusia.      

B.   Rumusan Masalah
Apakah ruangan tersebut memenuhi syarat sebagai ruangan steril atau tidak ?
C.   Maksud Percobaan
Untuk menguji sterilitas dari suatu ruangan
D.   Tujuan Percobaan
Untuk menentukan tingkat sterilitas dari LAF (Laminar Air Flow), Lampu UV dan enkas dengan cara membandingkan jumlah mikroba yang tumbuh pada medium NA dan PDA sebelum dan sesudah diaktifkan.
E.    Manfaat Percobaan
Dapat mengetahui tingkat sterilitas dan mekanisme kerja lampu UV, LAF, dan enkas.












BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.   Teori Umum
Mikroorganisme dapat menyebabkan banyak bahaya dan kerusakan. Hal itu nampak dari kemampuannya menginfeksi manusia, hewan, serta tanaman, menimbulkan penyakit yang berkisar dari infeksi ringan sampai kepada kematian. Mikroorganisme pun dapat mencemari makanan, dan dengan menimbulkan perubahan – perubahan kimiawi didalamnya, membuat makanan tersebut tidak dapat dimakan atau bahkan beracun. Karena itu adanya prosedur untuk mengendalikan perumbuhan dan kontaminasi oleh mikroba adalah suatu keharusan. Yang dimaksud pengendalian disini adalah segala kegiatan yang dapat menghambat, membasi, atau menyingkirkan mikroorganisme (Pelczar, 1988).
Steril artinya bebas dari segala mikroba baik patogen maupun tidak. Tindakka untuk membuat suatu benda menjadi steril dsibeu sterilisasi (Entjang, 2003).
Sterilisasi dalam mikrobiologi merupakan proses penghilangan semua jenis organisme hidup dalam hal ini adalah mikroorganisme (protozoa, fungi, bakteri, mycoplasma, virus) yang terdapat pada/di dalam suatu benda. Proses ini melibatkan aplikasi biocidal agent atau proses fisik dengan tujuan untuk membunuh atau menghilangkan mikroorganisme (Sylvia, 2006).
Sterilisasi didesain untuk membunuh atau menghilangkan mikroorganisme. Target suatu metode inaktivasi tergantung dari metode dan tipe mikroorganismenya, yaitu tergantung dari asam nukleat, protein, atau membrane mikroorganisme tersebut. Agen kimia untuk sterilisasi disebut sterilant (Pratiwi, 2006)
Sterilisasi dalam mikrobiologi berarti membebaskan tiap benda atau subtansi dari semua kehidupan dalam bentuk apapun. Untuk tujuan mikrobiologi dalam usaha mendapatkan keadaan steril, mikrooorganisme dapat dimatikan dalam usaha mendapatkan keadaaan steril, mikrooorganisme dapat dimatikan setempat oleh panas (kalor), gas-gas seperti formaldehid, etilenoksida atau betapriolakton oleh bermaca-macam larutan kimia; oleh sinar lembayung ultra atau sinar gamma. Mikrooorganisme dapat disingkirkan secara mekanik oleh sentrifugasi kecepatan tinggi atau filtrasi (Irianto, 2006).
Sterilitas adalah suatu proses yang dirancang untuk menciptakan keadaan steril. Secara tardisional keadaan steril adalah kondisi mutlak yang tercipta sebagai akibat penghancuran dan penghilangan semua mikroorganisme hidup. Konsep ini menyatakan bahwa steril adalah istilah yang mempunyai konotatif relative, dan kemungkinan menciptakan kondisi mutlak bebas dari mikroorganisme hanya dapat diduga atas dasar proyeksi kinetis angka kematian mikroba. (Lachman, 1994).
Efesiensi metode sterilisasi dan efektivitas agen antimikroba dipengaruhi oleh hal-hal berikut :
1.    Ukuran populasi
Populasi mikroorganisme yang besar memerlukan waktu lebih lama sampai tercapainya kematian dibandingkan populasi yang kecil.
2.    Komposisi populasi
Bentuk endospora bakteri lebih resisten dibandingkan bentuk vegetatifnya.
3.    Konsentrasi/intensitas agen anti mikroba
Makin tinggi konsentrasi agen, makin banyak mikroorganisme yang dapat dimatikan. Pada titik tertentu, peningkatan konsentrasi tidak meningkatkan kecepatan pembunuhan. Beberapa agen antimikroba justru lebih efektif pada konsentrasi lebih rendah. Contohnya etanol 70% lebih efektif dibandingkan etanol 95%.
4.    Lama paparan
Semakin lama populasi mikrooorganisme terpapar agen antimikroba, semakin banyak mikroorganisme yang mati.
5.    Temperatur
Peningkatan temperatur dapat meningkatkan aktivitas agen antimikroba.
6.    Lingkungan sekitar
Kondisi lingkungan sekitar dapat menghalangi ataupun mempercepat destruksi. Untuk dapat mematikan mikrooorganisme, sterilant harus dapat mencapai mikroorganismebdan apabila mikroorganisme terdapat dalam bahan protein seperti nanah, jaringan, atau ekskudat jaringan, maka diperlukan sterilant dengan kadar dan jumlah yang lebih dari normal untuk dapat mematikan mikrooorganisme (Pratiwi, 2006).
 Metode sterilisasi
Steril akan didapatkan melalui sterilisasi, sedang cara sterilisasi yang umum dilakukan adalah:
1. Sterilisasi secara fisik
2.    Sterilisasi secara kimia
3.    Sterilisasi secara mekanik
Metode sterilisasi dibagi menjadi , yaitu metode fisik,dan metode kimia. Metode sterilisasi kimia dilakukan dengan menggunakan bahan-bahan kimia, sedangkan metode sterilisasi fisik dapat dilakukan dengan cara panas baik kering maupun panas basah, radiasi dan filtasi (Pratiwi, 2006).
Metode sterilisasi panas kering atau sterilisasi kering, umumnya digunakan untuk bahan yang sensitif terhadap  kelembapan. Metode sterilisasi panas kering pada temperatur 160-180°C, sedangkan untuk bahan yang resiten kelembapan digunakan metode sterilisasi panas basah pada temperatur 115-134° C. Sterilisasi panas kering berfungsi untuk mematikan mikroorganisme dengan cara mengoksidasi komponen sel ataupun mendenaturasi enzim (Pratiwi, 2006).
Sterilisasi panas basah dengan perebusan mengggunakan air mendiddih 100° C selama 10 menit efektif untuk sel-sel vegetatif dan spora eukariotik, namun tidak efektif untuk endospora bakteri. Tingkat sterilisasi panas basah pada temperatur dan / atau waktu sterilisasi (Pratiwi, 2006).
Sterilisasi panas lembab mematikan mikrooorganisme dengan cara mengkoagulasi protein-proteinnnya. Panas lembab mematikan mikroorganisme dengan jauh lebih cepat dan efektif dibandingkan dengan panas kering, yang menghancurkan mikroorganisme dengan cara mengoksidasi komponen-komponen kimiawinya (Pelczar, 1988).
Metode sterilisasi kimia dilakukan untuk bahan-bahan yang rusak bila disterilkan pad suhu tinggi (misalnya bahan-bahan dari plastik). Kekuatan agen antimikroba kimiawi diklasifikasikan atas dasar efesiensinya dalam membunuh mikrooorganisme. Metode sterilisasi kimia dapat dilakukan dengan mengggunakan gas (dengan cara fumigasi aatau pengasapan) atau radiasi (Pratiwi, 2006).
Bebrapa faktor yang perlu dipertimbangkann dalam Pemilihan bahan antimirobial kimiawi untuk tujuan praktisi yaitu : (Pelczer, 1988).
a.    Sifat bahan yang akan diberi perlakuan
b.    Tipe mikrooorganisme
c.    Keadaan lingkunngan.
Sterilisasi dapat dibagi 2 yaitu : (Irianto, 2002)
1.        Sterilisasi kering,  cara sterilisasi ini dapat dilakukan dengan cara yaitu :
a.    Pemijaran, pemijaran diterapkan pada ose ujung-ujung pinset, dan sudip (spatula) logam.
b.    Jilatan api (Flaming), diterapkan terhadap skalpel, jarum, mulut tabung biakan, kaca objek, dan kaca penutup. Benda-benda ini dijilatkan pada api bunsen tanpa membiarkannya memijar.
c.    Tanur Uap Panas (Hot-Air Oven), sebagian besar sterilisasi kering dilakukan dengan alat ini. Biasanya digunakan suhu 160-165ºC selama 1 jam. Cara ini baik dilakukan terhadap alat-alat kering terbuat dari kaca dan terhadap bahan-bahan kering dalam tempat-tempat tertutup
2.      Sterilisasi Panas, cara sterilisasi ini dapat dilakukan dengan cara yaitu :
a.    Penggodogan dalam air, cara ini hanya cukup untuk mematikan mikroorganisme yang tidak berspora. Penggodokan dalam air tidak menjamin sterilitas, tetapi dianggap cukup memuaskan untuk tujuan tertentu, dimana sterilitas mutlak tidak esensial dan cara-cara lain tidak mungkin dilakukan.
b.    Uap Mengalir, Uap mengalir bebas digunakan dalam tempat yang tidak tertutup rapat yang dapat menahan uap itu tanpa tekanan. Cara ini adalah suatu proses sterilisasi dengan menggunakan ua pada suhu 100ºC, yang dialirkan pada benda yang akan disterilkan untuk beberapa menit berkali-kali (3 sampai 4 kali) dengan selang waktu 24 jam.
c.    Uap dalam Tekanan, pensterilan dengan uap dalam tekanan dilakukan dalam autoklaf. Dalam autoklaf ini uap berada dalam keadaan jenuh, dan peningkatan tekanan mengakibatkan suhu yang tercapai menjadi lebih tinggi, yaitu di bawah takanan 15 ib (2 atmosfer).

















B.   Uraian Bahan
1.    Air suling (Dirjen POM : 1976)
Nama resmi          : Aqua destillata
Nama lain  :  Aquadest, air suling
RM / BM               :  H2O / 18,02
                           Pemerian              : Cairan jernih, tidak berwarna tidak berbau dan tidak  mempunyai rasa.
Penyimpanan        :  Dalam wadah tertutup rapat
Kegunaan :  Sebagai pelarut
2.    Alkohol 70 % (Dirjen POM : 1976)
Nama resmi      :    Aethanolum
Sinonim             :    Alkohol
Pemerian          :    Cairan tak berwarna, jernih, mudah menguap dan mudah bergerak; bau khas rasa panas. Mudah terbakar dengan memberikan nyala biru yang tidak berasap.
Kelarutan           :    Sangat mudah larut dalam air, kloroform P dan dalam eter P.
Penyimpanan    :    Dalam wadah tertutup rapat, terlindung dari cahaya;di tempat sejuk, jauh dari nyala api.
3.    Fenol 5% (Ditjen POM : 1995)
Nama resmi     :    Phenol Liquidium
Nama lain        :    Fenol cair
RM                   :    C6 H6O
BM                   :    94,11
Pemerian         :    Cairan tidak berwarna sampai merah muda, dapat menjadi merah jika kena udara atau cahaya. Bau khas, sedikit aromatis. Memutihkan dan membakar kulit dan membrane mukosa.
Kelarutan         :    Dapat bercampur dengan etanol, dengan eter dan dengan gliserin. Campuran sama banyak fenol cair dan gliserin dapat bercampur dengan air.
Bobot jenis       :    1,065
Penyimpanan  :    Dalam wadah tertutup rapat, terlindung dari cahaya.
C.   Prosedur Praktikum
1.    Menyiapkan Media
a.    Disiapkan medium NA dan PDA sebanyak yang dibutuhkan, kemudian disterilkan pada suhu 121ºC selama 15 menit.
b.    Medium yang telah steril dituang ke dalam cawan petri steril sebanyak yang dibutuhkan sejumlah 15-20 ml/cawan petri. Kemudian diinkubasi dalam inkubator selama 24 jam suhu 37ºC.
c.    Dilakukan pengamatan, media yang tidak ditumbuhi mikroba disiapkan sebagai media uji.
2.    Pengujian Sterilisasi Ruangan (LAF, Enkas, dan Lampu UV)
a.    Pengujian Awal Ruangan
1)    Disiapkan ruangan yang akan diuji kesterilannya tanpa penyemprotan desinfektansia terlebih dahulu.
2)    Diletakkan masing-masing satu cawan petri uji pada bagian tengah dan tiap sudut ruangan uji, kemudian dibuka 1/3 bagian dari cawan petri uji, dibiarkan selama 15 menit.
3)    Selanjutnya cawan petri ditutup, kemudian diinkubasikan pada suhu 37ºC selama 24-48 jam dengan posisi terbalik.
4)    Dilakukan pengamatan ada tidaknya kontaminasi mikroba di ruangan uji.
b.    Pengujian Akhir Ruangan
1)    Sebelum dilakukan pengujian, terlebih dahulu ruangan uji disemprot dengan desinfektansia, dibiarkan selama 15 menit.
2)    Diletakkan masing-masing satu cawan petri uji pada bagian tengah dan tiap sudut ruangan uji, kemudian dibuka 1/3 bagian dari cawan petri uji, dibiarkan selama 15 menit.
3)    Selanjutnya cawan petri ditutup, kemudian diinkubasikan pada suhu 37ºC selama 24-48 jam dengan posisi terbalik.
4)    Dilakukan pengamatan ada tidaknya kontaminasi mikroba di ruangan uji.





BAB III
KAJIAN PRAKTIKUM
A.   Alat yang digunakan
Adapun alat yang dipakai pada praktikum ini yaitu autoklaf, cawan petri steril, enkas, erlenmeyer, handschoen steril, handsprayer, kompor gas, laf (laminar air flow), lampu spiritus, lampu uv, oven, spoit, stop watch, timbangan.
B.   Bahan yang digunakan
Adapun bahan yang digunakan pada praktikum ini yaitu alkohol 70%, kertas label, medium PDA (potato Dextrose Agar) , medium NA (Nutrient Agar) dan tissu.
C.   Cara Kerja
1.    Pembuatan Medium
a.    Nutrient Agar (NA)
Disiapkan alat dan abahan yang akan digunakan.Ditimbang masing-masing bahan   daging sebanyak 0,75 gram dan pepton 1,25 gram. Bahan-bahan tersebut di atas kemudian dilarutkan dengan menggunakan air suling sebanyak 250 mL ke dalam Erlenmeyer dan diaduk sampai homogen. Dipanaskan dan ditambahkan agar sebanyak 3,75 gram sambil diaduk selama 15 menit. Erlenmeyer kemudian ditutup dengan menggunakan kapas. Disterilkan dengan menggunakan auoklaf pada suhu 121oC selama 15 menit.
b.     Potato Dextrose Agar (PDA)
Disiapkan alat dan abahan yang akan digunakan. Ditimbang  PDA sintetik sebanyak 9,75 gram.Dilarutkan dengan menggunakan air suling sebanyak 250 ml ke dalam Erlenmeyer dan diaduk sampai homogen. Dipanaskan sambil diaduk selama 15 menit. Erlenmeyer kemudian ditutup dengan menggunakan kapas. Disterilkan dengan menggunakan auoklaf pada suhu 121oC selama 15 menit.
2.    Uji Sterilitas
a.    Lampu UV
1)    Disiapkan 2 buah cawan petri steril.
2)    Dimasukkan medium NA ke dalam cawan petri I dan medium PDA ke dalam cawan petri yang kedua, kemudian dipadatkan.
3)    Setelah memadat, kedua cawan petri tersebut kemudian dimasukkan ke dalam lampu UV dan dibuka 1/3 bagian cawan petri selama 15 menit.
4)    Ditutup krmbali cawan petri setelah 15 menit, kemudian dikeluarkan dari dalam lampu UV.
5)    Diinkubasikan cawan petri  yang berisi medium NA dalam inkubator selama 1 x 24 jam.
6)    Dan untuk medium PDA diinkubasikan dalam enkas selama 3 x 24 jam.
7)    Dilakukan pengamatan dan dihitung jumlah mikroorganisme yang tumbuh baik jamur maupun bakteri.
8)    Dimasukkan hasil pengamatan kedalam data pengamatan.
9)    Cara ini berlaku untuk lampu UV pada saat diaktifkan maupun tidak aktif.
b.    LAF (Laminar Air Flow)
1)    Disiapkan 2 buah cawan petri steril.
2)    Dimasukkan medium NA ke dalam cawan petri I dan medium PDA ke dalam cawan petri yang kedua, kemudian dipadatkan.
3)    Setelah memadat, kedua cawan petri tersebut kemudian dimasukkan ke dalam LAF dan dibuka 1/3 bagian cawan petri selama 15 menit.
4)    Ditutup kembali cawan petri setelah 15 menit, kemudian dikeluarkan dari dalam LAF.
5)    Diinkubasikan cawan petri  yang berisi medium NA dalam inkubator selama 1 x 24 jam.
6)    Dan untuk medium PDA diinkubasikan dalam enkas selama 3 x 24 jam.
7)    Dilakukan pengamatan dan dihitung jumlah mikroorganisme yang tumbuh baik jamur maupun bakteri.
8)    Dimasukkan hasil pengamatan kedalam data pengamatan.
9)    Cara ini berlaku untuk LAF pada saat diaktifkan maupun tidak aktif.
c.    Enkas
1)    Disiapkan 2 buah cawan petri steril.
2)    Dimasukkan medium NA ke dalam cawan petri I dan medium PDA ke dalam cawan petri yang kedua, kemudian dipadatkan.
3)    Setelah memadat, kedua cawan petri tersebut kemudian dimasukkan ke dalam enkas dan dibuka 1/3 bagian cawan petri selama 15 menit.
4)    Ditutup krmbali cawan petri setelah 15 menit, kemudian dikeluarkan dari dalam enkas.
5)    Diinkubasikan cawan petri  yang berisi medium NA dalam inkubator selama 1 x 24 jam.
6)    Dan untuk medium PDA diinkubasikan dalam enkas selama 3 x 24 jam.
7)    Dilakukan pengamatan dan dihitung jumlah mikroorganisme yang tumbuh baik jamur maupun bakteri.
8)    Dimasukkan hasil pengamatan kedalam data pengamatan.
9)    Cara ini berlaku untuk enkas pada saat diaktifkan (dengan menyemprotkan fenol 5%) maupun tidak aktif.













BAB IV
  KAJIAN HASIL PRAKTIKUM
A.    Hasil Praktikum
1.    Tabel hasil pengamatan
No.
Klpk
Ruangan Yang Diujikan
Enkas
LAF
UV
NA
PDA
NA
PDA
NA
PDA
1.
I
43
TBUD
2
TBUD
12
34
2.
II
34
12
43
TBUD
2
TBUD
3.
III
45
8
1
-
9
7
4.
IV
23
20
3
5
16
2
5.
V
31
TBUD
16
71
17
TBUD

Keterangan :
TBUD         : tidak bisa untuk dihitung





B. Pembahasan
Uji sterilitas ruangan adalah salah satu percobaan dimana dilakukan uji mikroba dalam suatu ruangan untuk melihat tingkat sterilitas dari ruangan , ruangan yang mana yang memiliki tingkat kesterilan yang paling tinggi (palin sedikit terdapat mikroba atau tidak sama sekali). Dari hasil uji yang dilakukan maka suatu ruangan dapat dikelompokkan dalam kelas – kelas tertentu sesuai dengan tingkat kontaminasi dari ruangan tersebut.
Pada percobaan ini digunakan lampu UV, Laminary Air Flow (LAF), dan enkas  sebagai media sterilisator. Pada ruangan engkas disemprotkan terlebih dahulu alkohol 70%. Karena pada konsentrasi tersebut alkohol memiliki daya bakterisid dan fungisid, sehingga mikroba yang terdapat dalam ruangan tersebut dapat dimatikan (terutama bakteri dan jamur).
Dan pada percobaan ini, cawan petri yang telah berisi medium NA dan PDA dimasukkan ke dalam 3 ruangan yang ingin diuji tingkat sterilitasnya,  kemudian dibuka 1/3 bagian dari cawan petri. Maksud dari perlakuan ini yakni untuk memberikan kesempatan pada mikroba untuk masuk ke dalam cawan petri sehingga dapat diamati, yang mana apabila cawan petri dibuka sepenuhnya dikhawatirkan mikroba akan masuk terlalu banyak sehingga menyebabkan kesulitan dalam mengamatinya.
Umumnya cahaya mempunyai daya merusak sel mikroba yang tidak mempunyai pigmen fotosintesis. Sedangkan cahaya dengan panjang gelombang pendek dapat berpengaruh terhadap jasad hidup. Sinar dengan gelombang panjang juga mempunyai daya fotodinamik dan daya biofisik, misalnya cahaya matahari. Jika energi radiasi di absorbsi oleh sel mikroba akan dapat menyebabkan terjadinya ionisasi komponen sel. Ionisasi molekul tertentu dari protoplasma dapat menyebabkan kematian perubahan genetik atau dapat pula menghambat pertumbuhan. Perubahan genetik di sini oleh radiasi ultraviolet  dapat menyebabkan kesalahan dalam replikasi DNA dan mempunyai aktivitas mutagenik pada sel-sel yang masih hidup. Bagian ultraviolet pada spectrum meliputi semua radiasi dari 15 sampai 390 nm. Panjang gelombang sekitar 265 nm memiliki efisiensi bakterisidal tertinggi.
            Laminary Air Flow (LAF) adalah alat yang mengatur pergerakan udara di mana udara yang berisi mikroba akan di tarik keluar dengan arah tekanan horizontal, sehingga setiap mikroba yang berada dalam ruang tersebut tidak dapat bertahan lama karena akan terus di tarik keluar. LAF ini dilengkapi saringan sehingga mikroba yang telah keluar tidak akan dapat kembali lagi.
Enkas, Alat ini merupakan ruang tempat inokulasi dimana tempat ini dimaksudkan untuk meminimalkan kontak dengan udara luar pada saat membuat penamaan mikroba. Dilakukan dalam ruang karena kemungkinan udara luar mengandung mikroba akan masuk kedalam medium sehingga muncul mikroba yang tidak diinginkan.
      Berdasarkan pengamatan yang dilakukan maka dapat dilihat bahwa untuk bakteri, pada sinar UV yaitu pada  kelompok I untuk PDA sebanyak 34, dan NA sebanyak 12. Pada enkas PDA sebanyak Tidak bisa untuk dihitung  dan NA sebanyak 2. Pada kelompok II dimana pada UV PDA sebanyak tidak bisa untuk dihitung dan NA 2, pada enkas PDA sebanyak 12 dan NA sebanyak 34, pada LAF PDA sebanyak tidak bisa untuk dihitung dan pada NA sebanyak 43. Pada kelompok III pada UV PDA sebanyak 7 dan NA sebanyak 9, pada enkas PDA sebanyak 8 dan NA sebanyak 45, pada LAF PDA sebanyak 0 dan NA sebanyak 1. Pada kelompok IV UV pada PDA sebanyak 2 dan NA sebanyak 16, pada enkasa PDA sebanyak 20 dan NA sebanyak 23 dan pada LAF PDA sebanyak 5 dan NA sebanyak 3. Pada kelompok V untuk UV pada PDA sebanyak tidak bisa untuk dihitung dan NA sebanyak 17, pada enkasa PDA sebanyak tidak bisa untuk dihitung dan NA sebanyak 31 dan pada LAF PDA sebanyak 16 dan NA sebanyak 71.
Dari hasil tersebut dapat dinyatakan  bahwa yang paling bagus untuk sterilisasi ruangan berturut-turut ruangan lampu LAF, UV,  dan Enkas.
.













BAB V
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Berdasarkan hasil praktikum diperoleh hasil bahwa cara sterilisasi ruangan yang paling efektif berturut-turut adalah dengan Laminary Air Flow (LAF ), lampu UV, dan  enkas
B.    Saran
Diharapkan selain penggunaan alkohol 70% atau fenol 5% sebaiknya digunakan larutan yang lain juga tetapi konsistensinya hampir sama dengan larutan tersebut agar praktikan juga mengetahui tingkat mematikan sebagai bakterisid dan fungisid serta disarankan penggunaan ruangan yang lain selain tiga ruangan yang telah di ujikan untuk mengetahui juga seberapa besar tingkat kesterilannya juga.